Setelah sebulan lebih tinggal di Kuala Lumpur, saya akui harus banyak bersabar untuk beradaptasi dan terus hidup di negara yang tercinta. Kalau sebelum ini saya hanya pulang ke sini paling lama seminggu sahaja, itupun kadang-kadang saya berulang-alik antara Kuala Lumpur dan Pasir Puteh, Kelantan tempat tumpah darah beta. Tidak banyak yang dapat saya rasakan selama hidup nomad itu dan saya rasa KL masih seperti dulu lagi semasa saya meninggalkan tanahair tercinta untuk melebarkan sayap ke negara jiran yang mempunyai penduduk yang melebihi 200 juta orang itu.
Selama 8 tahun tinggal di negeri orang, kadang-kadang saya lupa yang saya perlukan kekuatan mental ekstra untuk terus 'survive' dalam kondisi yang menurut saya sedikit agak 'keras' dan 'brutal'. Jakarta juga sebuah kota yang 'keras' tetapi masih ada sopan santun dan nilai-nilai hidup yang baik masih dipertahankan seperti mengucapkan 'terima kasih' kepada orang yang telah membantu kita seperti jasa pak supir atau mbak-mbak pembantu. Kita di KL jarang mengucapkan kata 'terima kasih' atau 'thank you' Dan ini menunjukkan majoriti penduduk negara kita tidak menghargai jasa atau servis yang diberikan.
Jalanraya juga merupakan tempat orang-orang kita melepaskan 'geram' atau 'kemarahan'. Lihatlah sendiri bagaimana kita mengendara kenderaan kita terutama sewaktu 'traffic jam'. Sting Kali kita 'selfish' dengan meredah saja ke kanan dan kiri jalan tanpa menghiraukan kenderaan orang lain dan sering kali terjadi kemalangan jalanraya atas sikap 'gelojoh' kita ini. Menurut saya, majoriti dari kita sudah menjadi suatu bangsa yang 'barbaric' dan 'selfish'. Sikap ini kalau tidak dibendung akan menjadikan kita bangsa yang emosional dan akan dipandang rendah oleh bangsa lain di dunia. Tiada gunanya negara kita menjadi negara maju kalau sikap dan pembawaan diri raykatnya masih seperti mereka yang tidak bertamadun.
Keselesaan hidup kita di dunia bukan ditentukan oleh yang bersifat 'materialistic' tetapi kebahagiaan sejati adalah ketenangan jiwa dan raga. Semua ini mampu kita capai jikalau kita semua tidak terlalu mengejar hal yang bersifat duniawi sahaja tetapi jiwa serta roh kita perlu kita sirami dengan kepercayaan kepada yang Maha ESA agar kita tidak 'sesat' dan terpesong jalan yang Benar. Banyak kita dengar dan lihat keruntuhan rumahtangga, perkelahian antara keluarga dan sahabat, semuanya gara-gara emosi yang tidak ditahan-tahan kerana merasakan diri sudah 'berkuasa' dan lebih baik dari pihak yang satu lagi.
Kemana hilangnya rasa kasih dan sayang sesama manusia? Tiada lagi respek antara sesama kita kerana kita selalu 'prejudice' terhadap orang lain. Marilah kita sama-sama retrospeksi diri dan mencuba untuk menjadi diri yang lebih baik daripada hari semalam. Kita jadi an diri kita sebagai teladan untuk generasi masa depan kita melangkah lebih jauh dari langkah-langkah yang telah kita jalani.
Tepuk dada, tanya selera.
Kuala Lumpur
8 Disember 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment